masukkan script iklan disini
1. Identitas Novel:
Judul: Rumah Kaca
Pengarang: Pramoedya Ananta Toer
Jumlah Halaman: 646 halaman
Penerbit: Lentera Dipantara
Tahun Terbit: 2006
Cetakan: Cetakan ketujuh, Januari 2009
No. ISBN: 979-97312-6-7
Pencetak: Percetakan Grafika Mardi Yuana, Bogor
2. Sinopsis:
“Betapa bedanya bangsa-bangsa Hindia ini dengan bangsa-bangsa di Eropa. Di sana setiap orang memberikan suatu yang baru pada umat manusia dengan sendirinya mendapat tempat yang selayaknya di dunia dan di dalam sejarahnya. Di Hindia, pada bangsa-bangsa Hindia, nampaknya setiap orang takut tak mendapat tempat dan berebut untuk menguasainya.” Pramoedya Ananta Toer.
Rumah Kaca adalah novel terakhir Tetralogi karya Pramoedya Ananta Toer. Novel ini adalah penutup dari tiga novel sebelumnya yang diawali dari Bumi Manusia, dilanjutkan dengan Anak Semua Bangsa, dan buku ketiga, Jejak Langkah. Tetralogi ini sempat dilarang beredar pada masa Orde Baru karena dianggap menyebarkan paham 'leninisme' (Leninisme adalah ajaran politik yang diletakkan Lenin dalam mewujudkan penghapusan kelas-kelas ekonomi melalui suatu revolusi proletar-bukan jalan parlementer-yang dipandu sebuah partai pelopor (vanguard party) di Rusia, yaitu Partai Bolshevik (mayoritas))
Pramoedya Ananta Toer masih mengambil latar waktu pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Namun, berbeda dari tiga novel sebelumnya yang mengambil sudut pandang Minke, si aku dalam Rumah Kaca ini adalah Jacques Pangemanann.
Novel ini menceritakan Minke, yang dikisahkan kalau Minke ditangkap oleh pihak kepolisian pimpinan inspektur Pagemanann yang memang sudah mengincarnya sejak lama. Pagemanann adalah seorang pribumi tapi berpendidikan Eropa pekerja keras dan memiliki jaringan yang luas sehingga karirnya cepat naik. Walaupun menjadikan Minke sebagai target operasi tapi diam-diam Pagemanann mengagumi Minke dan dalam batinnya menjadikan Minke sebagai guru besarnya. Pagemanann juga seorang yang cerdas namun sayangnya dia mempunyai kebiasaan buruk yaitu senang minum-minuman keras, hal ini pula yang menyebabkan rumah tangganya hancur berantakan.
Pergulatan makin hebat dialaminya ketika ia harus berurusan dengan Minke. Di satu sisi, ia bekerja dan menjadi hamba Gubermen demi nafkah dan kesenangan-kesenangan hidup. Di sisi lain, ia harus mengendalikan kegiatan Minke, yang diakuinya sebagai seorang yang sangat dihormatinya.
Pergulatan makin hebat dialaminya ketika ia harus berurusan dengan Minke. Di satu sisi, ia bekerja dan menjadi hamba Gubermen demi nafkah dan kesenangan-kesenangan hidup. Di sisi lain, ia harus mengendalikan kegiatan Minke, yang diakuinya sebagai seorang yang sangat dihormatinya.
"Nuraniku tergoncang. Apa yang harus kulakukan terhadap dia? Dia bukan penjahat, bukan pemberontak...Dia hanya terlalu mencintai bangsa tanah airnya Hindi. Itulah gambaran awal pergulatan batinnya. Pergulatan batin itu terus menerus terjadi dan mewarnai seluruh buku ini. Dua kekuatan yang tarik-menarik, antara melaksanakan tugas dan menuruti nurani, terus menyertai kisah hidup Pangemanann.
Pangemanann senantiasa sadar akan dua kekuatan itu. Namun ternyata, tetap harus ada satu kekuatan yang menang atas kekuatan lain. Sayangnya, Pangemanann lebih memilih untuk melawan nuraninya. Ia lebih mementingkan pekerjaan dan nama baiknya daripada hal-hal yang lain, bahkan termasuk keluarganya. "Madame Pangemanann pergi, aku pun tak merasa kehilangan. Anak-anak pergi, aku pun tak merasa kehilangan. Mengapa aku akan merasa kehilangan kalau jabatanku punah dan kehormatanku di depan umum rusak? "Demi karierku, Minke, pimpinan Redaksi Medan harus disingkirkan. Demi nama baikku pula Suurhof harus juga disingkirkan. Begitulah Pangemanann memutuskan pilihan hidupnya
3. Unsur Intrinsik
Tema: Perjuangan Hidup
Tokoh:
a. Jacques Pangemanann: Pagemanann adalah seorang pribumi tapi berpendidikan Eropa pekerja keras dan memiliki jaringan yang luas sehingga karirnya cepat naik. Walaupun menjadikan Minke sebagai target operasi tapi diam-diam Pagemanann mengagumi Minke dan dalam batinnya menjadikan Minke sebagai guru besarnya. Pagemanann juga seorang yang cerdas namun sayangnya dia mempunyai kebiasaan buruk yaitu senang minum-minuman keras, hal ini pula yang menyebabkan rumah tangganya hancur berantakan.
b. Raden Mas Minke: Orang yang teguh akan pendirian, keinginannya untuk meninggikan para pribumi amat sangat tulus. Kegigihannya dengan semua karya yang ia ciptakan, juga telah mengubah pandangan orang, utamanya si Pangemanann.
c. Tuan De Cagnie: Baik dan bijaksana, namun jiwanya suka memprovokasi dan mengubah prinsip hidup orang.
d. Idenburg: Keji, penurut, ia menuruti segala rekomendasi dari Pangemanann, mungkin ini karena ia begitu memercayai Pangemanann. Namun kenyataannya, jiwa penurutnya ini justru merugikan banyak orang.
e. Istri Pangemanann: Perhatian, jujur dan penuh kasih. Namun penuh logika, caranya berpikir dan tindakannya yang berani membuatnya menjadi nampak seperti wanita tangguh.
f. Anak Pangemanann
g. Madame Sanikem Le Boucq : Bijaksana, ibu dari Minke ini justru tetap tabah walau perbuatan Pangemanann bisa dibilang tak termaafkan.
h. Istri Minke
i. Anak Minke
j. Maco & Siti Soendari
Alur: Campuran, karena sebagian membahas ulang jalan pikiran si tokoh utama.
Sudut Pandang: Orang pertama pelaku utama serba tahu karena menggunakan kata “aku”. Selain itu aku di sini seakan-akan mengetahui segala kronologi cerita, ini yang membuatnya dikatakan sebagai pelaku utama serba tahu.
Setting:
a. Tempat:
v Makassar
v Medan
v Gedung s’Landscharchief
v Maluku
v Buitenzorg (Algemene Scretarie)
v Nederland
v Surabaya
v Batavia
v Makam Minke
b. Waktu:
Pagi, Siang, Malam
c. Suasana
v Menyenangkan: Ketika Pengemanann menyelesaikan tugasnya dengan baik, meningkatnya jabatan dan golongannya.
v Memilukan: Kisah akhir hidup si Minke sungguh memilukan, dimana ketika tiada lagi orang yang mau berelasi dengan kita. Berakhir dengan sakit hati dan tekanan jiwa yang amat memilukan. Begitu pula dengan kisah ditinggalnya Pengemanann oleh keluarganya.
v Menegangkan: Tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Pangemanann adalah tugas yang hampir keseluruhannya membuat tegang. Dilihat dari usahanya mengasingkan si Minke dengan melakukan suatu ledakan.
v Menggerahkan: Ketika Pangemanann menjadi tertekan dan bingung, ia meminum minuman keras hingga tak sadarkan diri.
d. Amanat:
v Jangan suka gengsi dalam mengakui kekaguman kita terhadap orang lain.
v Berpikirlah sepuluh kali untuk berbicara sekali, mendengarlah dua puluh kali untuk dapat menyimak dan memahami, selalu berpikir sebelum melakukan suatu tindakan.
v Setia dan penuh komitmen pada tugas dan kewajiban.
v Tiada kata menyerah sebelum semua usai dalam kisah bahagia.
v Jadilah orang yang memandang dari segala sisi, ini membuat kita menjadi paham benar akan suatu masalah yang kita hadapi.
v Tuhan tak pernah memberikan ujian yang tak sesuai dengan kemampuan umatnya.
4. Unsur Ekstrinsik
Nilai Moral: Bukanlah hal yang salah jika kita mengikuti kata hati, walau memang sebenarnya kewajiban selalu dijadikan acuan utama. Di sinilah kita dituntut untuk berpikir secara matang dan penuh pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan, karena ini akan selalu mempengaruhi hidup kita dan hidup orang lain.
Nilai Sosial: Jangan pernah merasa takut dalam berelasi. Janganlah kita enggan untuk menjadi jujur, gengsi kita justru terkadang membuang kesempatan yang lain. Selalu pikirkan mereka yang ada di sekitar kita. Seberapapun pengaruhnya, seburuk apapun pengaruh mereka terhadap hidup kita, mereka tetap menjadi para pena yang menggores di kertas kehidupan kita. Mereka adalah orang-orang yang membuat kita menjadi diri kita seutuhnya kini. Sekalipun itu buruk, kita semua tahu, tiadalah yang terlalu buruk di dunia ini dan tiadalah sesuatu yang tak memiliki hikmah.
5. Komentar
Novel ini sungguh mengelitik jiwa, menyeruak ke dalam pikiran dan hati kita, bahkan memprovokasi hingga mengubah pandangan para pembaca. Apa yang digambarkan dalam novel ini banyak memberikan kita asumsi yang menggerakkan kita, sehingga kita menyadari akan pentingnya perjuangan dalam hidup. Bagimana kita menghadapi sulitnya hidup juga berelasi dan mengontol komplikasi batin dan jiwa, ini adalah pembelajaran yang amat sangat bermakna. Pengambaran kata-katanya tentang apa yang terjadi pada waktu itu, sungguh sangat menarik hati. Dengan bahasa yang indah dan melalui sebuah fiksi sejarah, juga berbagai perumpamaan di dalamnya membuat kisah ini menjadi menarik secara utuh, sungguh mengajak setiap pembaca untuk merenung, merefleksikan hidupnya, dan bahkan menghakimi diri sendiri. Sebuah karya sastra yang sangat disayangkan jika dilewatkan begitu saja.
Di novel ini, bahkan pembaca dapat terbawa masuk dalam pribadi tokoh utama, yaitu Pangemanann. Pergulatan batin Pangemanann adalah pergulatan psikologis manusia pada umumnya, dari zaman mana pun. Pergulatan anatara menuruti atau melawan nurani senantiasa mewarnai perjalanan hidup manusia. Memang bukan persoalan yang mudah. Sangat penuh konflik namun sungguh menggairahkan.
Bukan hanya itu, novel ini juga memberikan kita pembelajaran bacaan alternative kepada kita untuk melihat jalan dan gelombang sejarah secara lain dengan sisi yang berbeda. Kita juga diajarkan menjadi orang yang jauh lebih bijaksana dengan memandang segala sisi masalah. Karya ini memang sangat mengesankan buat saya, segala isi dan makna tersirat mengubah cara pandang saya dalam memandang suatu masalah.
6. Analisis
Jacques Pangemanann adalah seorang anak bangsa berpendidikan Eropa asal Makassar yang bekerja pada pemerintah kolonial. Kisah hidupnya berawal dari dirinya sebagai yatim piatu yang kemudian diangkat anak oleh Tuan De Cagnie, seorang apoteker berkebangsaan Perancis. Dia sempat mengecap pendidikan Eropa sebelum akhirnya kembali ke Hindia dan bekerja sebagai polisi negeri. Dia berpendapat dengan menjadi seorang polisi dapat menumpas kejahatan. Sampai pada akhirnya dia berhasil menumpas gerombolan Si Pitung.
(Di pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Pangemananan adalah pekerja keras dan sebenarnya adalah seorang pejuang yang tangguh. Namun karena pikirannya yang sudah ke-eropaan inilah yang membuatnya malah menjadi menyerang balik pada kaum pribumi. Keinginannya besar, ambisi yang luar biasa terlebih di usahanya dalam bidang analisis masalah. Kecerdasannya memang tak diragukan lagi.)
Saat mempelajari kasus Si Pitung, Pangemanann tersadar bahwa yang dilakukan Si Pitung dan gerombolannya adalah akibat dari ketidakadilan yang diperbuat pemerintah kolonial masa itu. Tetapi Pangemanann terbuai akan promosi jabatan dan kenaikan penghasilan setelah dia berhasil menumpas Si Pitung dan gerombolannya.
(Komplikasi yang terjadi di dirinya, antara hati dan pikirannya seolah-olah membuat kitapun ikut pusing. Kesadarannya terhadap perlakuan Si Pitung ini bisa dibilang telah terlambat karena semestinya sejak awal dia memang tak seharusnya memadamkan mereka. Namun bagaimanapun jiwa egoisnya yang malah jalan dan membuatnya menjadi terbuai akan promosi jabatan dan kenaikan penghasilan yang dijanjikan bila ia mampu menumpas Si Pitung dan gerombolannya yang menggalakkan keadilan, namun gagal.)
Promosi Pangemanann sebagai Komisaris Besar Polisi membuatnya ditugasi pekerjaan baru untuk mengawasi awal bangkitnya kebangkitan nasional di Hindia. Kebangkitan nasional ini diawali oleh Raden Mas Minke yang mendirikan Syarikat Dagang Islam dan sebagai perintis surat kabar “Medan”. Karena sikap Minke yang kritis terhadap pemerintahan kolonial dalam tulisan-tulisannya di “Medan”, menyebabkan Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Idenburg menganggapnya sebagai ancaman. Dan tugas pertama Pangemanann sebagai Komisaris Besar Polisi adalah membuat laporan penelitian tentang hasil tulisan-tulisan Minke serta membuat rekomendasi tindakan yang semestinya diambil terhadap Minke.
(Dengan pekerjaannya serta tugas barunya membuatnya menjadi semakin tak berhati. Promosinya sebagai Komisaris Besar Polisi mengharuskannya untuk mengawasi awal bangkitnya kebangkitan nasional di Hindia yang mana diawali oleh Raden Mas Minke pendiri SDI dan juga sebagai perintis surat kabar Medan. Sikap kritis Minke yang selalu menyinggung secara gamblang perbuatan si Gubernur yang sewenang-wenang membuatnya merasa terancam hingga akhirnya kasus ini diteliti oleh si Pangemanann yang berujung pada percobaan-percobaan menggeser Menki.)
Nampaknya, kepala polisi yang memberinya tugas ini senang atas penelitiannya. Dari situlah Pangemanann diminta melakukan rekomendasi yang ditulis Pangemanann sendiri dan setelah mencoba sebanyak tiga kali, usaha tersebut terus gagal. Setelah ketiga usaha gagal dilakukan, Pangemanann diminta untuk meneliti persoalan politik luar negeri tentang kebangkitan nasional di kawasan sekitar Asia di Gedung s'Landscharchief. Kebangkitan nasional ini dibandingkan dengan kebangkitan nasional di Hindia. Setelah puas dengan hasil penelitian Pangemanann yang menguras waktu dan tenaga, dia kemudian ditugaskan untuk mengasingkan Minke ke Maluku.
(Sejak dibuatnya rekomendasi yang ditulis oleh Pangemanann sendiri dan 2 kegagalannya dalam menyelesaikan tugasnya. Semua tugasnya semakin meningkat saja, ini membuatnya semakin tak berhati lagi dan lagi.)
Selepas pengasingan Minke, promosi pangkat yang dijanjikan untuk Pangemanann akhirnya diberikan. Ia dipindahkerjakan ke Algemenee Secretarie di Buitenzorg sebagai penasihat ahli Gubernur Jenderal Hindia. Dia ditempatkan di bekas tempat tinggal Minke. Hal ini membuat istri dan anak-anak Minke disingkirkan dari rumah itu. Bekas tempat tinggal Minke adalah di kawasan istana. Setelah Pangemanann dan keluarganya pindah, istri dan seorang pesuruh keluarga Minke sempat mendatangi rumah itu sebanyak dua kali.
Pangemanann diperkenalkan ke tempat kerjanya yang baru. Di tempat kerjanya yang baru ini, dia ditugaskan untuk mengamati semua kegiatan organisasi politik dan semua terbitan surat kabar di Hindia. Tugas berikutnya adalah terhadap Indische Partij. Kelompok ini mengeritik pemerintah kolonial dan membuat sep (atau atasan) Pangemanann yang baru tersinggung dan memaksa Pangemanann untuk menyarankan kepada Gubernur Jenderal supaya menyingkirkan Indische Partij. Tindakan ini berujung pada diasingkannya Triumvirat ke Nederland.
(Setelah tugas-tugasnya kelar, terjadi lagi pengkritikan dari beberapa pihak, semakin banyaklah konfliknya.)
Tugas selanjutnya adalah membuat lumpuh Syarikat Dagang Islam hasil buah pikiran Minke yang telah berganti nama menjadi Syarikat Islam. Hal ini dilakukan dengan mengadu domba penduduk pribumi dengan pedagang-pedagang Tionghoa di daerah Jawa. Penduduk pribumi yang menjadi pelaku kerusuhan dikelompokkan menjadi anggota Syarikat Islam dan bukan anggota Syarikat Islam. Kelompok anggota Syarikat Islam kemudian ditonjolkan ke dalam dunia berita sehingga dunia internasional tidak menaruh simpati terhadap Syarikat Islam. Karena sebelumnya, dunia internasional mulai memperhitungkan kekuatan Syarikat Islam di Hindia.
Setelah lumpuhnya Syarikat Islam dan Indische Partij, banyak organisasi-organisasi kedaerahan yang terbentuk, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Rukun Minahasa, dan lain-lain. Pekerjaan Pangemanann makin menjadi-jadi saat ditambah lagi dengan anak buah Minke yang bernama Marco dan Siti Soendari.
Karena tekanan pekerjaan, Pangemanann mulai menghibur diri dengan minum minuman keras. Hal ini membuat Paulette Pangemanann, istri Jacques Pangemanann bersama anak-anaknya akhirnya memutuskan untuk berpisah dengan Pangemanann dan kembali ke tanah kelahirannya di Perancis. Pangemanann menjadi semakin tidak terkendali dan menggunakan segala cara untuk mempertahankan kedudukannya.
Karena saran dari Pangemanann kepada Gubernur Jenderal, Marco dan Siti Soendari akhirnya “dipaksa” untuk mengasingkan diri ke Nederland.
Setelah lima tahun Minke di Maluku, akhirnya ia bebas dari pengasingan. Ia kembali ke Jawa untuk melanjutkan perjuangannya. Kota pertama yang disinggahi adalah Surabaya. Dengan ditemani Pangemanann, Minke berkeliling di Surabaya dan sekitarnya untuk mereka ulang kejadian-kejadian yang pernah dilalui dan ditulis olah Minke.
Pangemanann sendiri menganggap Minke sebagai gurunya setelah membaca tulisan-tulisan Minke dalam Nyai Ontosoroh, Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan tulisan-tulisan Minke lainnya. Namun, karena Pangemanann mengabdi kepada pemerintah kolonial dan juga karena dia mencintai jabatannya, dia akhirnya “bertugas” untuk melumpuhkan segala aktivitas Minke. Dengan hal ini, Pangemanann menyarankan Gubernur Jenderal untuk membuat kebijakan tentang penyitaan seluruh aset Minke dan menyebarkan rumor bahwa Minke mempunyai hutang kepada bank. Sehingga, setiap orang yang berhubungan dengan Minke patut dicurigai dan akan diselidiki oleh pihak kepolisian. Oleh karena itu, semua orang termasuk kerabat dan teman-teman Minke sendiri tidak berani menjalin hubungan kembali dengan Minke.
Setelah berkeliling di Jawa, sampailah dia di Batavia, Minke jatuh sakit. Salah satu alasannya adalah karena tekanan batin akibat semua orang tidak berani berurusan dengannya. Minke dirawat oleh Gunawan dan kemudian meninggal dunia. Pangemanann pergi mengunjungi makamnya bersama dengan istri dan anak Minke.
Tugas Pangemanann yang tiada habis-habisnya dalam menekan organisasi-organisasi pribumi sampai sebelum akhir hidupnya, dia bertemu dengan ibu Minke, Madame Sanikem Le Boucq. Pangemanann meminta maaf yang sebesar-besarnya dalam suratnya. Dia mengaku akan menerima apapun hukuman yang akan dijatuhkan Madame. Hukuman yang pantas membayar seluruh perbuatannya terhadap Minke selama ini. Bersama surat itu pula, Pangemanann menyerahkan kembali hasil tulisan Minke dan hasil tulisannya sendiri yang dia beri judul Rumah Kaca.
(Minke dan karyanya yang begitu hebat telah membuat perubahan. Segala proses yang terjadi begitu alami, walau sedikit dipaksakan oleh Pangemanann sendiri, di sini kita melihat pola piker Pangemanann yang bisa dibilang biasa, Egoismenya dan kekurangempatiannya sungguh memilukan bagi pihak Menki. Hingga penyerahan kembali hasil tulisan Minke dan hasil tulisannya sendiri yang dia beri judul Rumah Kaca ini, dapat disimpulkan bahwa cerita ini begitu menarik dan tak tertebak. Segalanya tak disangka dan sungguh mengesankan.)